Jika konsepsi gerakan hanya sebatas aksi reaksioner kemudian mengatasnamakan membela rakyat, itu namanya rakyat dijadikan barang dagangan.
Tibalah saatnya ledakan mahasiswa dengan triger kenaikan “BBM”, harga sayuran, tarif dasar listrik dan berbagai hal lainnya ikut menghantam Kota Semarang. Gelombang aksi mahasiswa akhirnya dipimpin BEM SI untuk turun jalan dengan tema “Aksi Bela Rakyat”.
Turun jalan itu harusnya untuk dirasakan, bukan
untuk dilihat. Banyak aksi turun jalan terlihat tapi tidak terasa. Turun aksi
itu haruslah agar bisa dirasakan oleh masyarakat luas, bukanya agar terlihat oleh
senior dan calon orang yang sudah menydiakan tempat parkir paska wisuda. Turun
aksi itu harus bergerilya bertahun-tahun ke RT-RW jika
reformasi tujuannya, bukan malah melucu dengan materi “reformasi” hanya karena
kenaikan harga cabe.
Jika konsepsi gerakan hanya sebatas aksi
reaksioner kemudian mengatasnamakan membela rakyat, itu namanya rakyat
dijadikan barang dagangan. Bela nasibmu sendiri, ajak masa yang banyak, lalu
pilih kursi hasil pemberian beberapa senior yang kau menatap matanya saja tidak
berani ketika sedang bertatap muka itu! Ingat, sepulang aksi pastikan seniormu
menepati janjinya! Jadilah anggota dewan selanjutnya, biar spiral turun aksi
demi rakyat terus berulang. Sampai suatu saat karena bosan melihat dimanfaatkan
mahasiswa karena namanya sering dicatut, akhirnya rakyat memutuskan mendagangkan
rakyat lainya sendiri secara langsung tanpa perantara (mahasiswa). Hal semacam
ini malah memang sudah terjadi, bahkan bisa kita lihat langsung kalau tiga
minggu terakhir sejak sekarang kita rajin duduk di trotoar depan gerbang
Pemprov Jateng.
Tetapi, Jokowi memang selalu cerdik, ziarah
pesantrennya di Jawa Tengah kali ini menempati momen yang tepat. Bahkan setiap
ziarah pesantrennya selalu tepat di momen politis yang krusial. Entah darimana
dia mendapatkan intuisi politik yang semacam itu. Jika melacak sistem pendanaan
ISIS bisa, tentu mengetahui agenda semacam aksi bela rakyat intelejen tidak
akan sampai membutuhkan kedua tangannya untuk menyerahkan laporan di meja
sekertaris presiden. Bahkan bisa jadi laporan terkait agenda tersebut sudah
sampai dulu sebelum mahasiswa memastikan belasan titik aksi yang mungkin
digarap. Sekali lagi, ziarah pesantren Jokowi ke tokoh agama kharismatik NU di
Jawa Tengah adalah pukulan “straight” Tyson tahun 90-an awal yang menohok.
Merontokan lawan! Opini sudah berusaha dibentuk ulang presiden sebelum 12
Januari opini itu ingin dibengkokkan.
Setelah semua gerakan oposisi berusaha
melemahkan pemerintah dengan berita-berita hoax-nya, tujuan untuk membuat rakyat selalu merasa curiga
kepada pemerintah nampaknya mampu membuat tersenyum sang bandar. Memang banyak
kemajuan yang dicapai Jokowi, terutama masalah infrastruktur dan ekonomi makro,
meskipun konsekuensinya pembangunan yang ia lakukan tidak jauh coraknya dari
yang dilakukan Orde Baru. Sengkrut politik nasional yang sedang terjadi seperti
penyakit kanker, menggerogoti dan terus menjalar tidak pedulli meski telah
diberi obat herbal asli Tiongkok termasyhur sekalipun, apalagi kalau stadium
penyakitnya meningkat, tinggal menunggu mati tapi tetap terus harus berdo’a.
Sebagai kader PMII, saya memandang tidak ada
suatu keharusan yang mendesak untuk ikut bergaung dengan aksi bela rakyat BEM
SI pada 12 Januari 2017. Secara pribadi saya lebih memilih
dianggap menghianati gerakan mahasiswa daripada ikut aksi minim konsepsi tapi
kaya publikasi tersebut. Memang kita sebagai mahasiswa telah dihantam badai
fragmentasi yang begitu kencang. Kita akhirnya menjadi kotak kecil yang
terbentuk dari kotak kecil lainnya, semua seperti itu, saling mendominasi untuk
lebih mendominasi.
Sementara gerakan PMII di Kota Semarang tidak
kunjung menemukan kompas, membuat kita pecah kongsi saat harus menentukan
pilihan arah. Memilih berlayar menggunakan nahkoda atau auto pilot juga
bukan pertanyaan yang pas momentumnya. Permasalahan sosial jumlahnya
berkali-kali lipat dibanding kesedian kader yang mau menanggapinya, meskipun
secara jumlah sebenarnya kita lebih, bahkan sisa! Jika PMII tidak melibatkan
diri secara total dalam masalah sosial-politis yang ada karena ideologis, tentu
saya terima perbedaan tersebut. Tetapi, jika perbedaan gerakanya hanya karena
nalar kerumunan yang saling melindungi demi dapat jatah makan, saya sarankan
lebih baik mengganti Orator BEM SI 12 Januari dengan kader PMII yang semacam itu.
Tulisan in tidak disertai data laiknya
jurnalisme presisi yang sedang naik daun akhir-akhir ini. karena memang tulisan
ini tidak diperuntukan sebagai pertimbangan untuk mendalami ikut turun aksi BEM
SI atau tidak. Tulisan ini malah cenderung hanya untuk sarana penulis menumpang
promosi. Meski masih sulit mengisi reformasi dengan demokrasi yang penuh
konsepsi, pikir penulis jangan sampai kita juga kesulitan mengisi web sendiri.
Tulisan ini penulis peruntukan untuk internal PMII Kota Semarang, yang sampai
sekarang masih diam meski terasnya diperebutkan jadi panggung tontonan. Jangan
tanya apa yang sudah saya lakukan untuk PMII atau malah untuk bangsa ini,
sekali lagi penulis hanya ingin numpang promosi.
Departemen Pengkaderan
PMII Kota Semarang masa bakti 2016-2017
COMMENTS