Buku Memafkan Islam ini bisa menjadi sumbangan perspektif perpolitikan dan gerakan Islam yang terus berkembang.
Foto Repro: muafaelba/pmiisemarang | |
Islam
sebagai doktrin telah menarik orang untuk memeluknya. Bahkan dalam negara kita,
Islam menjadi agama mayoritas. Sehingga tak mengherankan jika kita selalu dihadapkan
pada peradaban kultur yang tak jarang bersentuhan dengan Islam. Bisa kita lihat
akhir-akhir ini, bagaimana Islam telah masuk dalam beberapa bentuk pergerakan
dalam segala lini. Mulai berbentuk ormas sampai pada partai politik.
Melihat Islam
dalam dunia politik bisa dikatakan Islam harus dihadapkan pada idiologi negara
ataupun sistem yang ada pada negara kita. Hal inilah yang lantas menjadi dilema.
Bagaimana Islam harus berpolitik dan bagaimana posisi negara dalam menyikapi Islam
yang dominan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah Indonesia harus menjadikan
Islam sebagai landasan negara?
Jika melihat
ke belakang, meskipun Islam telah menjadi gerakan pada masa sebelum
kemerdekaan, tetapi itu tak bisa menjadi kontribusi bentuk perpolitikan saat
ini. Apalagi setelah itu, maksud saya pada orde baru, Islam hanya menjadi
kambing hitam di antara partai yang ada. Partai Islam hanya sebagai bentuk
kontrol dan lembaga untuk mengawasi agar tidak menjadi gerakan membahayakan
bagi rezim.
Di sinilah
lantas Islam menjadi bentuk yang beku dan mulai latah dalam menghadapi
perpolitikan sekarang ini. Di mana menghadapi pemain lama dengan baju baru atau
pemain baru bermental lama. Maka tak jarang kita melihat tak ada bedanya antara
partai (berasaskan) Islam maupun tidak. Karena, sampai saat ini partai Islam
masih terseret pada beberapa kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Islam sebagai
doktrik maupun gerakan politik belum bisa menawarkan jalan keluar. Semangat kesetaraan,
kebebasan dan kemanusiaan seolah hilang dari tubuh partai Islam atau Islam
sendiri.
Politik Islam atau Islam Politik?
Problematika
di atas yang ditangkap oleh M. Yudhie Haryono dalam bukunya Memaafkan Islam. Sehingga kita harus
memberi bentuk baru dari perpolitikan atau bentuk gerakan Islam yang ada di
Indonesia. Dengan melihat fakta bahwa di satu sisi Islam telah mendarah daging dalam
kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia, tetapi di sisi lain Indonesia bukanlah
negara Islam. Lantas bagaimana pemaknaan perpolitikan yang dilakukan oleh orang
Islam atau partai Islam agar bisa memberikan kontribusi positif untuk negeri
dan berbeda dengan partai yang lain? Juga agar gerakan partai Islam tidak terseret
arus politik lama dan permainan rezim terdahulu?
M. Yudhie
Haryono menawarkan penafsiran ulang mengenai definisi Politik Islam dan Islam
Politik. Yudhie mengartikan Politik Islam sebagai upaya memperjuangkan keberhasilan
berbagai hal dan kebijakan yang berhubungan dengan Islam atau umat islam. Sehingga
tidak memalukan di hadapan rakyat juga Tuhan. Karena secara term, istilah ini
memberi posisi Islam sebagai bentuk nilai. Sedangkan term Islam Politik lebih
dimaknai bahwa Islam telah dipolitisasi. Sehingga bisa dimaknai bahwa hanya
berputar pada mobilisasi yang dilakukan orang Islam. Fenomena Islam Politik inilah
yang dilihat penulis banyak terjadi sekarang ini dan harus dimaafkan.
Perpektif lain
yang tertangkap dalam buku ini adalah menonjolkan gerakan Islam Politik bisa
dikatakan menuhankan Arab sebagai kiblatnya. Selain itu, dalam buku ini juga dijelaskan
bahwa perpolitakan Islam harus dirombak, dengan melaksanakan politik hibrida. Hibrida
dalam konteks ini dimaknai sebagai merakyat. Pertimbangan ini didasarkan pada
enam unsur yang dimuatnya. Enam unsur itu berupa mentradisikan kesehatan,
menyehatkan pendidikan, menyelengrakan kebebasan, menjalankan keadilan, menjaga
kesejahteraan dan mengundang persamaan. Dari unsur itulah hibrida menjadi terobosan
untuk perpolitikan pada masa depan. Di mana unsur nilai-nilai Islam masih masuk
di dalamnya.
Dengan
kecakapan dan pembahasaan yang bagus. Buku Memafkan
Islam ini bisa menjadi sumbangan perspektif perpolitikan dan gerakan Islam yang sampai sekarang
terus berkembang. Sehingga Islam sebagai agama (doktrin) dan gerakan bisa
memberikan sumbangan positif dan ikut membantu menyejakterakan masyarakat. Mengutip
penutup buku ini, perpolitikan Islam harus bisa duduk sama rendah dan berdiri
sama tinggi.
Informasi Buku:
Judul buku: Memaafkan Islam
Penulis: M. Yudhie Haryono
Penerbit: KALAM NUSANTARA
Tebal buku: 226
Resensator: Aziz Afifi (Kader PMII Gus Dur Walisongo)
COMMENTS