Menghalau Krisis Modern

Buku Titik Balik Peradaban bertujuan untuk mengemukakan konsep tentang cara pikir baru yang lebih ekologis, guna menanggulangi krisis yang disebabkan paradigma modern.

Buku Titik Balik Peradaban diresensi olek Cak Adib dengan judul Menghalau Krisis Modern

Apa yang terjadi ketika kita memandang sesuatu terlepas dari liyan? Ketimpangan! Hal itu sangatlah jelas. Alam, dan segala sesuatu yang ada, mempunyai relasi dengan yang lainnya, karena ia tidak dicipta sendirian. Ketika kita mencoba melepaskan ikatan alami tersebut, maka kerusakan yang akan terjadi. Bak melepas simpul dari rajutan tali-temali. Misalnya, ekonomi dilepaskan dari lingkungan. Ketika hal itu terjadi, maka kegiatan mencari sumber daya alam untuk meningkatkan kebutuhan dan kekayaan akan menimbulkan bencana yang tak terhindarkan, krisis ekologi.

Tetapi, itulah yang sekarang terjadi: fragmentasi segala segi kehidupan. Dan ini sangat berbahaya. Sejak abad ke 20, para ilmuwan telah dicemaskan oleh bahaya ini. Dan sejak itu pula, mereka memikirkan solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut. Adalah Fritjof Capra salah satunya.

Capra mengemukakan, di dalam bukunya yang terjemahannya berjudul “Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan kebangkitan kebudayaan,” berbagai persoalan yang dihadapi manusia: krisis ekologi, sosial, mental, yang kesemuanya mengancam keberadaan umat manusia. Itulah ekses yang tak terhindarkan dari modernitas. Memang, di satu sisi zaman modern telah mencapai kemajuan secara pesat: teknologi dan ilmu pengetahuan. Tetapi, di sisi lain, kemajuan tersebut menyembunyikan ketimpangan, dan sekarang sedikit demi sedikit ketimpangan itu mengemuka.

Cartesian-Newtonian: Biang Krisis

Apakah segala macam krisis yang kita hadapi sekarang ini merupakan ekses dari modernitas? Capra, dalam bukunya, yang bersampul hijau dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia ini, menandaskan bahwa Rene Descartes dan Sir Issac Newton, filosof dan fisikawan terkemuka, adalah dua figur yang mempengaruhi hampir seluruh, jika tidak bisa dikatakan seluruhnya, paradigma berpikir dan model ilmu modern, yang pada perkembangannya menyebabkan krisis.

Descartes, yang dijuluki Bapak Filsafat Modern, telah meletakkan batu pertama dalam kancah manusia sebagai subjek superior. Pembedaannya antara Aku yang berpikir (res cogitans) dan benda materi (res extensa), menegaskan bahwa kesadaran dan materi adalah berbeda – tak ada relasi intrinsik antar keduanya – yang mana pikiran (atau kesadaran) menduduki strata tertinggi (setelah Tuhan) dalam gradasi kehidupan. Paradigma analitis inilah yang menyebabkan orang-orang modern beranggapan bahwa manusia merupakan pusat dari sejarah, subjek tertinggi, dan lainnya menjadi inferior. Pikirannya yang analitis itu membuat ia berujar: pengetahuan ilmiah dapat digunakan untuk mengubah kita menjadi tuan dan pemilik alam (hal. 53), ditambah dengan anggapannya, bahwa dunia adalah ‘mesin raksasa’.

Implikasi dari filsafatnya yang lain adalah bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus bersifat pasti, aksiomatis, layaknya matematika. “Kita menolak semua pengetahuan yang hanya berupa kemungkinan...,” (hal. 49), begitu tandasnya. Karena memang ia merupakan seorang matematikawan yang mengagungkan kepastian. Dan kita akan tahu, pikiran ini berkembang di hampir seluruh ilmu pengetahuan modern, ketika kita membaca lembaran sejarah modern.

Beralih pada Newton, karena dalam buku berhalaman 500-an itu, kedua tokoh ini (Descartes dan Newton) tak bisa dipisahkan, mereka saling melengkapi. Newton menangkap gelagat Descartes yang menginginkan sebuah ilmu yang mendasarkan diri pada hitungan matematis. Dan Newton berhasil merealisasikan visi dan mimpi Descartes. Dengan mendasari ilmunya dengan pandangan atomistik (alam tersusun dari partikel-partikel yang padat) dan hukum gravitasi, Newton secara cemerlang mampu menghitung secara matematis sebuah benda yang bergerak. Karena keberhasilannya itu, semua ilmu modern mengadopsi metode yang dicanangkan oleh Newton, bahkan ilmu humaniora juga mengambilnya.

Atas pengaruh mereka itulah peradaban modern menjadi fragmentaris dan reduksionis. Kita bisa mengambil contoh dari ilmu ekonomi dan praktik medis, yang juga dipaparkan oleh Capra dalam bukunya itu. Dalam ilmu ekonomi yang berlaku sekarang, dan yang diajarkan di perkuliahan, dianggap tidak mempunyai kaitan dengan kehidupan sosial dan ekologi. Sehingga ilmu ekonomi hanya mengejar pertumbuhan ekonomis, bagaimanapun caranya, tanpa memperdulikan keberlangsungan lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan kesenjangan ekologis dan sosial. Lihatlah kasus Freeport di Papua yang hanya memperdulikan hasil tambang, dan menyepelekan kehidupan alam. (Untuk lebih gamblang, lih. bagian “Kebuntuan Ilmu Ekonomi,” hal. 218-278)

Ketika tubuh mengalami penurunan daya hidup, sakit. Maka kita akan dicekoki dengan gelintiran obat, tanpa memperdulikan aspek lainnya, mental misalnya. Dan ini juga berlaku pada praktik operasi. Padahal, dunia fisik dan mental mempunyai kaitan yang intrinsik. Seharusnya dunia medis tidak menafikan itu (lih. bagian “Model Biomedis,” hal. 131-186).

Dalam-Hubungan: Sebuah Solusi

Dengan demikian kita tidak bisa lagi menerima dan menggunakan cara berpikir modernisme. Lantas dengan apa? Capra mengemukakan, yang inspirasinya dari fisika quantum, kita harus mencari dan mengkonsep cara pikir yang lebih ekologis, kesalingterhubungan antar unsur. Dan ternyata, konsepsi fisika quantum tentang realitas, yang berbeda dengan fisika newtonian, kurang lebih sama dengan kebijaksanaan Cina kuno, filsafat Taoisme. Kesesuaian antara fisika quantum dengan Taoisme bisa ditemukan secara jelas dalam bukunya yang sebelumnya, Tao of Phisycs.

Bagi kita bangsa Indonesia, sebenarnya konsepsi tersebut sangat sesuai dengan kultur budaya kita. Hal ini bisa dilihat dari konsep filsafat Jawa yang menekankan kesalingterhubungan manusia-alam-Tuhan. Di mana Abdullah Ciptoprawiro (1986) mengatakan: filsafat Jawa memandang manusia sebagai mahluk-dalam-hubungan. Hal ini berbeda dengan filsafat Barat (modern) yang menganggap manusia sebagai ‘monad tak berjendela’, kesadaran tertutup, yang berarti manusia-lepas-hubungan.

Dengan paradigma holistik-integratif ini, yang pijakannya adalah dunia sebagai sistem, mempunyai sebuah harapan untuk menanggulangi krisis. Teknologi tidak akan dikembangkan secara berlebihan apabila dipandang mempunyai hubungan dengan kesehatan lingkungan, fisik, kebudayaan, dan psikologis-spiritual. Sebaliknya perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menuju pada ranah memanusiakan manusia beserta alam lingkungan.

Buku Titik Balik Peradaban adalah buku yang harus dibaca, melihat sekarang kita berada ditengah-tengah krisis. Buku tersebut bertujuan untuk mengemukakan konsep tentang cara pikir baru yang lebih ekologis, guna menanggulangi krisis yang sekarang melanda. Krisis apapun, yang disebabkan oleh cara pikir yang berat sebelah, yang menekankan salah satu aspek saja, cara pikir modernisme. Jika melihat kecenderungannya yang mengkritik Descartes dan Newton, yang merupakan pondasi dari modernisme, maka buku ini layak disebut sebagai wacana posmodernisme, sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad al-Fayyadl (2011).


Judul Buku     : Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan kebangkitan kebudayaan (dialih-bahasakan dari The Turning point: Science, Society, and The rising Culture)
Penulis             : Fritjof Capra
Penerjemah      : M. Thoyibi
Penerbit            : Pustaka Promethea
Tahun Terbit    : Cet. VII, 2007
Kota Terbit      : Yogyakarta
Tebal Buku      : XXIV + 578 + Cover
ISBN                : 979-3062-20-7


Oleh: Cak Adib (DPPIT PC PMII Kota Semarang)

COMMENTS

Name

agenda,18,artikel,51,bincang,2,cyberia,4,kajian,1,ke-pmii-an,24,KEAGAMAAN,4,kebangsaan,2,KOPRI,2,Opini,34,pendaftaran,2,pendidikan,2,PMIITV,6,puasa,1,pustaka,9,ramadhan,2,rilis,10,warta,13,
ltr
item
PMII Semarang: Menghalau Krisis Modern
Menghalau Krisis Modern
Buku Titik Balik Peradaban bertujuan untuk mengemukakan konsep tentang cara pikir baru yang lebih ekologis, guna menanggulangi krisis yang disebabkan paradigma modern.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC_g5YyirxZvLfVE0H1Gpad8swOm_rw1pNhqRaUoOGpAMTwZYQHi4bVN1N4biRkU2XS5je6HjS4PGRSYV2UgkqbrEqIQM6Duw-KNmbb_e0ehRkeA-nNCxdgayCJWxcqVuO6NMqTaVhM2U/s320/Foto-Buku.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC_g5YyirxZvLfVE0H1Gpad8swOm_rw1pNhqRaUoOGpAMTwZYQHi4bVN1N4biRkU2XS5je6HjS4PGRSYV2UgkqbrEqIQM6Duw-KNmbb_e0ehRkeA-nNCxdgayCJWxcqVuO6NMqTaVhM2U/s72-c/Foto-Buku.jpg
PMII Semarang
https://www.pmiisemarang.or.id/2017/03/menghalau-krisis-modern.html
https://www.pmiisemarang.or.id/
https://www.pmiisemarang.or.id/
https://www.pmiisemarang.or.id/2017/03/menghalau-krisis-modern.html
true
4367216603084741449
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy