Camus, menulis tentang ketidaksetujuannya terhadap segala sesuatu yang harus dikorbankan demi terwujudnya suatu tujuan. Bagi Camus ada ...
Camus, menulis tentang
ketidaksetujuannya terhadap segala sesuatu yang harus dikorbankan demi
terwujudnya suatu tujuan. Bagi Camus ada banyak
hal yang tidak bisa dikorbankan. Dia menulis,
“Aku lebih senang mencintai negeriku dan tetap mencintai keadilan. Aku tidak
ingin sembarang kebesaran, apalagi kebesaran yang lahir dari darah dan
kepalsuan. Aku ingin negeriku besar dengan tetap memiliki keadilan.”
Camus termasuk orang yang akan
mengorbankan apa saja demi membesarkan bangsanya, dan apa saja yang membuat
besar bangsanya, menurut Camus
adalah sebuah kebaikan. Di dunia yang semua tempatnya telah kehilangan makna, maka
orang yang beruntung adalah orang yang masih terlibat dalam menentukan nasib
bangsanya dengan makna-makna yang ia yakini benar.
Camus selalu membolak-balikan hati
dan pikiran pembacanya dengan kalimat indah yang tidak perlu keterangan
tambahan untuk menegaskan keindahan kalimatnya. Seperti ketika ia menerangkan
bagaimana mengukur keberanian. Camus menulis, “Tidak sukar melakukan kekerasan yang
sudah direncanakan bertahun-tahun, dan juga tidak lebih sukar melakukannya
bagimu jika kekerasan lebih mendarah daging dibanding berpikir. Sebaliknya,
jauh lebih berat menghadapi sikasaan dan maut dengan tabah, ketika kita
menyadari bahwa kebencian dan kekerasan itu sia-sia dan tak ada gunanya.
Sungguh berat bertempur saat kita memandang rendah peperangan. Sungguh berat
menerima kenyataan bahwa kita akan kehilangan semuanya selama kita sedang
membangun citra perdaban yang lebih tinggi. Inilah sebabnya kami tidak berbuat
lebih dibanding kamu, karena kami harus berbuat lebih dibanding kamu, karena
kami harus membangun di atas kekuatan kami sendiri. Bagimu segalanya lebih
mudah karena tanpa harus terlebih dahulu menguasai hati dan pikiranmu.”
Membicarakan keberanian dan
pengorbnan dalam usaha membesarkan bangsa adalah hal yang
selalu menempel di balik setiap diskusi kebangsaan. Bahkan selalu berkelindan dan tak
terpisahkan. Penulis ingin membawa Camus untuk mengukur seberapa besar usaha
kita dalam mencintai dan mengupayakan
bangsa ini menjadi lebih besar. Bagimana saat sedang bertarung dalam konstelasi
politik, kita rela tidak menggunakan usaha-usaaha penuh darah dan tipuan
berkedok rangkap-rangkap demi memperoleh kebesaran. Kita tetap harus meyakini
bahwa setiap kebaikan adalah usaha-usaha membesarkan bangsa dengan berlandaskan
kekuatan kita sendiri (Pancasila),
dengan cara gemar berpikir.
Sementara kalimat terakhir yang
penulis kutip, ingin penulis tegaskan bahwa perlunya integritas bulat-bulat
dalam setiap peperangan, terutama dalam berpolitik.
Integritas
tersebut berbentuk pengendalian
hati dan pikiran kita. Apa yang ingin
dilihat Camus adalah keadilan di negaranya tetap ada,
bagaimanapun kondisi negaranya, siapapun yang sedang memimpinnya. Bagi penulis
menyitir pendapat Camus, bahwa kebesaran dan kekuasaan yang didapat dengan
kecurangan dan keculasan sesungguhnya tidak akan pernah ada gunanya, akan
sia-sia.
Kebesaran Camus, serta keberanian
yang ia maksudkan, menurut penulis adalah menarik diri dari kemungkinan mendapat
kebesaran dengan cara mengingkari keadilan.
Tidak menjadi soal baginya dianggap tidak mencintai bangsanya karena harus
menarik diri untuk tidak melakukan hal yang sama dengan lawannya yang
mengunakan kecurangaan demi mendapat kebesaran. Apalagi harus melakukan hal
yang lebih curang dibanding lawannya. Karena baginya, lebih berani dan berarti
saat mampu terlibat dalam menentukan arah bangsa dengan makna-makna yang ia
yakini sebagai kebenaran.
Tulisan pendek ini bukan refleksi
Pilkada Jakarta, tetapi refleksi 57 tahun PMII ikut terlibat dalam perpolitikan
bangsa dan keikutsertannya dalam menentukan arah bangsa sesuai makna-makna yang
ia yakini benar.
Oleh: Ahmad Muqsith
COMMENTS