Isu berita bohong memang sudah bukan hidangan baru di sekitar kita. Namun bukan berarti pembahasan isu ini sudah dikatakan seles...
Isu berita bohong memang sudah bukan hidangan baru di sekitar kita. Namun bukan berarti pembahasan isu ini sudah dikatakan selesai.
Tetapi sebaliknya, sebagaimana peristiwa yang diproduksi oleh kegiatan
masyarakat. Berita palsu terus berkembang dengan berbagai latar belakang atau
dengan tujuan tertentu.
Semakin maraknya penggunaan teknologi dan mudahnya informasi adalah salah satu jalan menuju isu ini. Berita bohong atau hoax akan terus berkembang, meskipun ada beberapa solusi yang ditawarkan. Semisal masyarakat harus kuat dalam hal budaya literasi sampai dengan masyarakat harus pandai-pandainya menyaring informasi yang beredar. Bahkan tindakan yang dianggap efektifpun sudah dilakukan melalui pemblokiran beberapa situs yang dianggap berbahaya.
Namun permasalah hoax masih tetap berkembang dalam
kehidupan masyarakat kita. Tentu solusi yang ditawarkan diatas memang sudah
cukup memadai guna membentengi masyarakat kita. Tapi yang perlu diingat,
permasalahan baru juga hadir dalam solusi di atas. Misalkan dalam hal menggiatkan literasi masyarakat. Dalam
solusi ini terdapat kelemahan bahwa masyarakat kita masih jauh dari dunia itu. Jika hal ini menjadi solusi yang efektif pun pasti akan memerlukan waktu lama.
Dalam catatan dunia, Indonesia hanya terdapat 0.001 dari
1000 orang yang benar-benar membaca buku. Tantangan inilah yang harus tetap
dipertimbangkan dalam menghadapi hal demikian. Pertimbangan selanjutnya adalah
perbedaan generasi yang baru hadir saat ini. Dalam satu rubriknya koran Kompas mencatat
bahwa generasi sekarang merupakan generasi Z- dengan kisaran angka kelahiran
1995-2010. Pada generasi ini mempunyai ciri-ciri lebih suka bergelut pada
teknologi yang berkembang.
Sehingga mau tidak mau, generasi sekarang bisa dikatakan
jauh lebih dekat dengan hoax. Selain itu dengan cara inilah berita
bohong terus diproduksi. Meskipun harus diakui hoax mencapai puncaknya
ketika terjadi pemilihan umum. Pada sisi lain hoax berangkat dari sebuah ideologi agama dan terbukanya peluang menjadi
jurnalis dadakan dengan semakin
maraknya citizen jurnalism.
Akibat Jurnalis Dadakan
Citizen jurnalism secara sederhananya bisa kita katakan sebagai
“siapapun bisa jadi jurnalis”. Zaman sekarang seolah kata-kata itu tidak
mustahil lagi dilontarkan. Tentu dengan alasan seperti sebelumnya, kedekatan
generasi kita dengan teknologi dan menjamurnya informasi. Beberapa dari kita akan berfikir, ini merupakan dampak positif, namun
kebanyakan dari kita lupa sisi negatifnya.
Sisi negatif yang hadir dalam masalah ini salah satunya
adalah hoax tadi. Bagaimana tidak? Pada dasarnya berita yang dihasilkan
oleh citizen journalism berupa berita yang menampilkan kecepatan saja, tanpa
menyajikan kelengkapan data. Hal yang dilupakan lainnya adalah titik tekan pada
“bagaimana” dan “mengapa” biasanya kurang diperhatikan. Belum lagi ketika
membincang etika jurnalistik yang ada. Ini bisa kita lihat pada beberapa judul
yang panjang dan bombatis.
Selain itu, sering
kali pembuat berita
luput dalam mencantumkan keterangan
pada foto pendukung
yang digunakan. Kelalaian ini
bisa membuka peluang terjadinya multi tafsir dan opini pembaca yang jauh dari kenyataan. Inilah
yang harus dipertimbangkan kembali dalam menangulangi hoax yang beredar.
Tidak hanya berhenti pada budaya di masyarakat kita saja, melalaikan pada peluang
yang ada. Lumayan kan, kalau tembus bisa dapat tambahan uang jajan.
Oleh: Abdul Aziz Afifi
Penulis kader
PMII Abdurrahman Wahid Komisariat Walisongo, Pimred Majalah Edukasi 2017 dan
pegiat di Komunitas Baca Buku.
COMMENTS