Dalam QS. Ali Imran Ayat 1-2, Quraish Shihab menerangkan bahwa; Allah sebagai Mahapencipta disifati dengan dua sifat yang sempurna, y...
Dalam QS. Ali Imran Ayat 1-2, Quraish Shihab menerangkan bahwa; Allah sebagai Mahapencipta disifati dengan dua sifat yang sempurna, yaitu Mahahidup dan Maha-qayyum. Banyak ulama yang menandai hidup makhluk dengan gerak, rasa dan tahu. Yang tidak bergerak, atau tidak merasa, dan tidak juga tahu—minimal dirinya sendiri—maka dia adalah sesuatu yang mati. Hidup itu bertingkat-tingkat. Kehidupan binatang lebih berkualitas daripada tumbuhan karena keleluasaan bergeraknya. Kehidupan manusia lebih berkualitas daripada hewan karena rasa dan pengetahuanya. Orang yang memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang penting lagi mulia, hidupnya lebih berkualitas daripada yang hanya mengetahui sesuatu yang remeh temeh.
Sementara kata qayyum terambil dai kata qawama yang mengandung makna
terlaksananya sesuatu secara sempurna dan berkesinambungan. Allah Qayyum adalah Dia yang mengatur segala
sesuatu yang merupakan kebutuhan makhluk sehingga terlaksana secara sempurna
dan berkesinambungan. Sedangkan diri-Nya sendiri tidak memerlukan sesuatu untuk
wujud dan kesinambungan wujud-Nya. Dirangkainya sifat Mahahidup dan sifat Qayyum, memberi isyarat bahwa hidup yang
sebenarnya itu bukan hidup sendiri atau bersifat egosentris, tetapi kemampuan
memberi hidup dan sarana kehidupan kepada pihak lain.
Jadi peribahasa
'rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau' sering disalah-kontekstualisasikan.
Peribahasa itu sering di-kontekskan bahwa kita tidak boleh iri dengan milik orang
lain, prestasi orang lain atau pun kualitas yang orang lain miliki. Di sisi lain
mungkin benar, agar menghindarkan kita kepada rasa iri dan dengki. Tetapi di sisi
lain menyeruak lebar jurang kemudaratan. Tafsiran peribahasa itu membuka peluang
agar kita tidak iri kepada orang yang mempunyai prestasi yang lebih baik.
Karena pada
dasarnya manusia tidak suka diperbandingkan, ditambah sering membandingkan yang
tidak seharusnya berada pada posisi sejajar untuk diperbandingkan, akhirnya
manusia bisa membedakan hirarki kualitas yang secara fitrahnya memang ada.
Padahal dari tafsir Al Misbah di atas, kita tahu bahwa kehidupan ini mempunyai
sesuatu yang hirarkis. Terutama dalam kualitas gerak, rasa dan pengetahuan.
Maka saat rumput tetangga lebih hijau (prestasi dan kualitas yang ia miliki),
sudah seharusnya kita iri dan berusaha membuat rumput kita sehijau milik
tetangga.
Kontekstualisasinya di PMII
Sebagai
mahasiswa, jalan hidup yang ditempuh pasti berbeda-beda. Bisa saja fokus pada
perkuliahan dengan angka sebagai indikator tunggal eksistensi diri—atau dalam
istilah populernya disebut mahasiswa akademis. Kemudian ada kelompok lain yang
giat berorganisasi dan terus berusaha meningkatkan dan memperluas pergaulan
(gerak) dan pengetahuan untuk mengembangkan rasa (melalui pengalaman)—atau
dalam istilah populernya disebut aktivis. Dua tipe ini bagi penulis tentu bukan
sesuatu yang kompatibel, layak untuk diperbandingkan.
Sekali lagi, hidup
yang sebenarnya itu bukan hidup sendiri atau bersifat egosentris, tetapi
kemampuan memberi hidup dan sarana kehidupan kepada pihak lain. Maka
sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainya. Islam
menyimpan ajaran yang sangat menjauhkan umatnya untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya semata. Maka berorganisasi adalah salah satu upaya dalam
meningkatkan kualitas hirarkis kehidupan melalui tiga ciri utamanya; gerak,
rasa dan pengetahuan. Berorganisasi artinya secara sadar dan bertanggungjawab
ingin menjadi pribadi dengan kualitas yang kian baik dan tinggi.
Sibuk
mengerjakan tugas demi nilai kuliah dalam konteks sosial tidak ada bedanya
dengan tidur. Keduanya hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Jika tidak dilakukan,
hanya diri sendiri yang rugi, pun sebaliknya, jika dilakukan hanya diri sendiri
yang untung. Meski begitu, dalam konteks pribadi mengerjakan tugas tetap lebih
baik daripada tidur. Tetapi dalam konteks sosial, keduanya tidak mendapat
perbedaan kualitas yang signifikan.
Maka bergabung
dengan PMII harusnya membantu kita menuju tangga hirarkis kualitas kehidupan.
Dengan PMII kita bisa lebih leluasa bergerak, bisa menempa pengetahuan yang
lebih mendalam dan tidak sekadar pengetahuan yang remeh. Maka gerak dan
pengetahuan tersebut akan menghasilkan kedalaman perasaan akan setiap titik
kehidupan kita. bergabung dengan PMII berarti siap meninggalkan kenyamanan
pribadi untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang tidak egosentris. Terakhir,
pertanyaan yang penuh rasa penasaran harus dikemukakan, “Apa menariknya jika
hidup hanya selalu untuk diri sendiri?”
Maka suatu saat
jika mendengar ada yang membanding-bandingkan, mana yang lebih baik antara akademis
dan aktivis? Kita harus tahu di mana selaiknya memberatkan timbangan penilaian
tersebut dalam konteks sosial. Meski begitu, menjadi akademis atau aktivis
bukan untuk masalah kebanggan, tetapi panggilan kodrat kehidupan yang menuntut
manusia terus mencapai titik potensial kualitas tertinggi yang bisa ia capai. Terakhir,
untuk refleksi seberapa baik kualitas kita, tentu ukuran seluas apa gerak,
pengetahuan dan rasa adalah alat ukur sederhananya.
Ketua I PMII Rayon Ushuluddin masa bakti 2013-2014, Ketua Kelompok Studi
Mahasiswa Walisongo (KSMW) Periode 2015.
COMMENTS