Indonesia merupakan negara hukum sebagai mana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Setiap penyelenggaraan negara dilandasi dengan atur...
Indonesia
merupakan negara hukum sebagai mana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Setiap
penyelenggaraan negara dilandasi dengan aturan yang terkodifikasi dan tertulis
agar memberikan kepastian hukum, dan memang sejatinya Hukum itu harus
memanusiakan manusia. 20 tahun sudah negeri ini menjalani masa reformasi namun
belum juga menemui titik kedewasaan dalam berdemokrasi, alih-alih ingin
melepaskan diri dari jeratan orde baru, justru masalah baru yang semakin pelik
pun muncul. Masih hangat dalam ingatan kita terkait RKUHP yang syarat dengan
beberapa pasal yang kontroversional, baru-baru ini DPR telah mengesahkan Revisi
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD (UU MD3), beberapa
poin kontroversional tersebut diantaranya adalah:
1. Penambahan
3 Pimpinan MPR, penambahan pimpinan DPR menjadi 6 dan Pimpinan DPD jadi 4
Ketentuan mengenai pimpinan MPR tertuang
dalam pasal 15 yang terdiri atas 1 orang ketua dan 7 orang wakil ketua,
kemudian mengenai pimpinan DPR terdapat dalam pasal 84 yang mana pimpinan DPR
terdiri atas 1 orang ketua dan 5 orang wakil ketua, sedangkan pimpinan DPD
dalam pasal 260 terdiri dari 1 orang ketua dan 3 orang wakil ketua.
2.
Pengkritik
DPR dapat dipidana
Sesuai dengan pasal 122 huruf K pengkritik
DPR dapat dipidana melalui Mahkamah Kehormatan Dewan.
3.
Mekanisme
Pemanggilan Anggota DPR oleh Penegak Hukum
Pasal 245 Mengatur tentang Mekanisme
pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum dimana setiap anggotan DPR yang
mendapat panggilan dari aparat penegak hukum harus mendapat persetujuan oleh
Presiden RI setelah sebelumnua mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan
Dewan.
4.
Penguatan
Hak Imunitas terhadap Anggotan DPR
Penguatan Hak Imunitas tersebut tertuang
dalam pasal 224 ayat 1,
5.
Peran
kepolisian dalam memanggil pihak hadir di DPR
Pasal
73 mengatur tentang pemanggilan pihak-pihak ke DPR dan pada ayat 4 huruf b
kepolisian wajib mengikuti perintah DPR guna memanggil paksa dan pada ayat 5
kepolisian berhak melakukan penahanan.
Berdasarkan
beberapa pasal tersebut, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Semarang
menganggap beberapa poin yang bisa digarisbawahi. Pertama, mengenai pengkritik DPR yang bisa dipidana, penduduk Indonesia
terancam atas pasal tersebut terutama para jurnalis dan para aktifis yang
hampir setiap hari membuat sorotan terhadap DPR yang mengenai kritikan terhadap
institusi DPR tersebut. Selain itu adanya pasal pemanggilan paksa sangat
bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip DPR sebagai
perwakilan dari rakyat. Kewenangan tersebut sangat bertentangan dengan prinsip
negara demokrasi yang menjamin hak rakyat untuk menyampaikan pendapat di muka
umum. Harus dipahami bahwa hukum yang efektif adalah hukum yang bersumber dari
respon publik, dan salah satu respon publik dapat tersampaikan melalui kritik,
baik itu secara lisan ataupun tulisan. Revisi UU MD3 ini terkesan otoriter dan
anti kritik, sehingga cenderung menggambarkan bahwa demokrasi telah mati di
Indonesia.
Kedua, mengenai
pasal 245 yang mengatur tentang mekanisme pemanggilan anggota DPR yang harus
melalui Mahkamah Kehormatan Dewan yang mana berisi para anggota DPR juga dan
diragukan ke-objektif-annya.
Ketiga, pasal
mengenai hak imunitas yang bertentangan dengan prinsip negara hukum, dimana
prinsip tersebut menjamin adanya persamaan di depan hukum (aquality before
the law), serta
bertentangan pula dengan prinsip hak imunitas DPR sendiri telah dijamin dalam
Konstitusi yakni dalam pasal 20A UUD 1945 yang mana hak imunitas itu hanya
diberikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Dewan Perwakilan
Rakyat. Selain itu tafsir pasal mengenai hak imunitas ini dapat ditafsirkan
bahwa semua tindak pidana dimaknai dengan hak imunitas yang absolut, sehingga
seluruh tindak pidana tidak dapat menjangkau anggota DPR.
Oleh Karena itu PMII Cabang Semarang mengajak kepada
segenap masyarakat yang peduli terhadap bangsa ini agar mengambil langkah
konkrit, untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk upaya pemenuhan
rasa keadilan yang mulai dikebiri oleh para elit politik yang mulai menutup
ruang komunikasi dengan cara mengesahkan UU MD3.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka PMII Cabang Semarang
dengan ini menyatakan sikap :
a. Menolak
dengan Tegas dan mengecam DPR atas Pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD.
b. Mendesak
DPR untuk segera menerbitkan UU baru dalam rangka upaya membatalkan UU MD3 yang telah disahkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap rakyat.
c. Mendesak
DPR agar menjalankan tugas dan funsginya serta menjamin kebebasan berpendapat,
sesuai dengan semangat demokrasi dan reformasi.
d. PMII
Cabang Semarang siap mendampingi para masyarakat yang berada dalam cakupan
wilayah PMII Cabang Semarang yang
tertuduh oleh ancaman UU MD3 tersebut.
e. Mendesak
Pengurus Besar PMII agar segera membuat konferensi pers terkait penolakan
adanya pengesahan UU MD 3 tersebut.
TTD
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Cabang Semarang
TTD
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Cabang Semarang
COMMENTS