Oleh: S. Fitriatul Maratul Ulya* Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya; PMII) Cabang Kota Semarang adalah Cabang terbesar...
Oleh: S. Fitriatul
Maratul Ulya*
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya; PMII) Cabang
Kota Semarang adalah Cabang terbesar di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah
delapan (8) Komisariat definitif dan dua (2) Komisariat persiapan serta dua
puluh delapan (28) Rayon dengan kader kurang lebih lima ribu (5000) jiwa yang
prosentasenya di dominasi oleh kader perempuan. Data ini menjadi argument dasar
yang kuat bahwa adanya Korp PMII Putri (selanjutnya; KOPRI) dalam struktural
PMII Kota Semarang perlu diperkuat secara kapabilitas pengurusnya dan pembenahan
tata administrasinya. Sebab, sudah habis waktunya kita memperdebatkan perlu
atau tidak adanya KOPRI di tubuh PMII karena nyata dan jelas-jelas tertera
dalam amanat organisasi.
Hal yang demikian itu menunjukkan bahwa KOPRI sebagai gerakan yang
terorganisir memiliki massa cukup kapabel dalam mengahadapi tantangan dalam
kepemimpinan di PMII hari ini. Hal ini tentu jika diimbangi dengan bekal skill
dan wacana yang cukup. Namun kemudian menjadi tidak kaffah jika KOPRI
Kota Semarang menafikkan syariat dalam berorganisasi dengan tidak
mematuhi produk hukum PMII. Sedangkan jelas dikatakan dalam teks baiat sejak di
level MAPABA bahwa sebagai anggota/kader PMII senantiasa berpegang teguh pada
ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah, Nilai dasar Pergerakan, Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Nilai-nilai, Norma-norma, dan produk hukum PMII
lainnya, serta cinta tanah air dan bangsa.
Sebagai kader pergerakan tentu sudah menjadi kewajiban menjalankan
amanat organisasi. Ditambah lagi sarana pra-sarana menuju penyempurnaan syariat
organisasi sudah terbentuk sedemikian komplitnya. Kader putri PMII Kota
Semarang terlepas ia masuk dalam struktural kepengurusan KOPRI ataupun tidak,
kader putri tetaplah menjadi bagian dari tanggung jawab ke-KOPRI-an. Perihal
ini sudah penulis ulas dan jelaskan di artikel yang terbit sebelumnya (KOPRI
dan Upaya Menyelamatkan Kader Putri).
Dalam menyempurnakan syariat organisasi maka saatnya KOPRI
Kota Semarang yang diagadang-gadang dan dicita-citakan sebagai barometer
gerakan perempuan harus memulai gerakan pencerahan dengan melaksanakan amanat
organisasi yang termaktub dalam PO PMII tentang Korp PMII Puteri Bab IV pasal 4
Poin (b) bahwa Ketua KOPRI PKC, dan PC dipilih langsung melalui forum
pengambilan tertinggi di tingkatan KONKORCAB, dan KONFERCAB. Poin (b) Pasal 4
Bab IV dalam konteks KOPRI Kota Semarag hari ini tentu tidak bisa diruntuhkan
oleh Bab IV Pasal 4 poin (c) sebab elemen-elemen kekuatan yang dibutuhkan dalam
melaksanakan poin (b) sudah terpenuhi.
Gagasan ini juga diperkuat oleh hasil riset Biro Sosial dan Politik
KOPRI PC PMII Kota Semarang (2018-2019) yang hendak menunjukkan bahwa keinginan
berdemokrasi secara terbuka dan siap menerima tantangan sudah terbentuk menjadi
mentalitas kader-kader perempuan hari ini. Hasil riset yang melibatkan seluruh
kader dan anggota PMII di kota Semarang menunjukkan bahwa tujuh belas (17) persen
setuju pemilihan ketua KOPRI dengan sistem tidak langsung sedangkan delapan
puluh tiga (83) persen setuju pemilihan ketua KOPRI secara langsung.
Sebagian besar responden mengatakan jika lebih baik pemilihan ketua
KOPRI PC PMII Kota Semarang dilakukan secara langsung atau terbuka untuk
melihat kapasitas calon dengan adanya debat terbuka dan dirasa lebih demokratis.
Sedangkan untuk yang memilih pemilihan secara tertutup beralasan karena tak
ingin terlibat dalam ribetnya proses pemilihan.
Hal ini diperkuat kembali dengan Hasil Musyawarah Pimpinan Cabang
PMII Kota Semarang pada 12 januari 2019 di Semarang. Dalam Bab X Pasal 12 Ayat
B poin (a) termaktub bahwa mekanisme pemilihan ketua KOPRI Cabang melalui
pemilihan langsung. Hasil yang telah di sahkan dan di bubuhi stempel PMII
Cabang Kota Semarang ini tentu bukan hal yang sekenanya lalu bisa dihapus dan
dibuang dalam hitungan bulan.
Jika selama ini piminan organisasi selalu menggadang-gadang istilah
“renstra” namun sejauh masa khidmatnya tidak berusaha memenuhi dan menjalankan
amanat organisasi. Maka, pimpinan organisasi ini penulis sarankan meninjau
ulang pengertian renstra dalam implementasinya sesuai AD/ART PMII, minimal.
Sebab, PMII secara jelas dan gamblang mendefinisikan Rencana Strategi (Renstra)
sebagai garis-garis besar pembinaan, pengembangan dan perjuangan, sebagai
pernyataan kehendak warga PMII yang pada hakekatnya adalah pola dasar dan umum
program jangka panjang dalam mewujudkan tujuan organisasi. Renstra ini menjadi
penting supaya langkah PMII menjadi terarah, terpadu dan sustainable
(berkelanjutan) pada setiap program dan garis perjuangannya.
Setiap janji dan ikrar suci tentu harus diperjuangkan untuk
ditepati. Jika di tahun ini KOPRI Kota Semarang masih enggan melaksanakan
amanat organisasi dengan alasan ketidaksiapan kader putri atau bahkan menjadikan
salah satu dari Komisariat/Rayon/kader sebagai objek yang dikhawatirkan tidak
mampu maka ini adalah suatu bentuk penghinaan terhadap potensi dan kemampuan
kader putri se-Kota Semarang.
*Sekretaris
KOPRI PC PMII Kota Semarang 2018-2019
Ketua KOPRI
Komisariat UIN Walisongo Semarang 2016-2017
COMMENTS