Momentum Ramadan memang dapat memberikan warna cerah bagi kehidupan umat muslim. Nilai spiritualitas umat muslim menunjukkan grafik kenaika...
 |
Momentum Ramadan memang dapat memberikan warna cerah bagi kehidupan umat muslim. Nilai spiritualitas umat muslim menunjukkan grafik kenaikan yang cukup signifikan ketika menjalankan ibadah puasa. Menjadi lebih santun, ramah, giat ibadah, sedekah, dan gaya hidup sederhana, adalah beberapa hikmah berpuasa yang sering kita dengar, baik lewat kultum, buku, maupun tulisan lain yang beredar bebas.
Syaikh Izzuddin bin Abdussalam dalam kitabnya, Maqāṣid aṣ-ṣaum, menjelaskan tujuh keutamaan bagi orang yang berpuasa, yaitu: 1) Diangkat derajatnya, 2) melebur dosa, 3) melemahkan syahwat, 4) memperbanyak potensi bersedekah, 5) meningkatkan ketaatan, 6) mensyukuri nikmat, dan 7) mengendalikan maksiat dan kesalahan.
Saya juga khusnuzan, kader PMII sudah final bab shiyam perspektif fikih di pesantren atau madrasah para kader di masa lampau. Lebih jauh dari itu, kader PMII perlu melihat sudut pandang lain untuk memaknai puasa. Bagi kader PMII, puasa selayaknya bukan sekadar menahan lapar dan dahaga dari fajar hingga terbenam matahari, tidak semata euforia tahunan melalui ucapan selamat di poster-poster media sosial. PMII memiliki fitrah (naluri) pergerakan yang seyogyanya mampu memaknai puasa secara lebih dalam.
Makna Puasa bagi PMII
Kata “puasa” dalam bahasa Arab صَامَ – يَصُوْمُ - صِيَامٌ artinya menahan (إمْسَاكٌ). Tapi kalau boleh diotak-atik, kata صَامَ yang terdiri dari ṣad-alif-mim saya maknai perhuruf yang disesuaikan dengan visi misi PMII. Pertama, huruf ṣad saya usulkan sebagai ṣilah (صِلَةٌ) yang berarti hubungan, relasi, atau ikatan. Lebih luas, ikatan yang dilakukan oleh PMII bisa dari arah mana saja, hubungan dengan Tuhannya, mengikat intelektualitasnya atau sering disebut silatul ilmi, menjalin persaudaraan, atau pun bisa membangun jaringan global sebagaimana jargon “Globalizing PMII”.
Bicara Globalizing PMII, ada harapan besar yang disandarkan dibahu para kader. Setidaknya, PMII ingin urun rembuk di kancah internasional membangun peradaban yang humanis dan moderat. Selanjutnya, ketika memasuki globalisasi, artinya PMII juga menghadapi tantangan era disrupsi dan digitalisasi yang melaju begitu cepat. Demikian artinya, silatul ilmi tadi tidak boleh luntur dalam baju para kader. Mahbub Djunaidi sudah mewanti-wanti kepada kita dalam Humor Jurnalistik, ada sebuah artikel berjudul “Buku Petunjuk: Pendidikan Politik Sejak Dini.” Ia mengatakan,
“...Biasakan banyak membaca, termasuk baca surat kabar ini. Kamu harus berusaha agar kesenanganmu membaca koran sama dengan kesenanganmu makan rujak. Tapi, membaca surat kabar pun jangan asal membaca. Langkah apa pun yang serampangan, tidak bagus. Pakailah daya menimbangmu semaksimal mungkin. Jangan asal suap dan asal telan, nanti ketulangan.” (Kompas, 10 Maret 1981)
Pesan yang disampaikan Mahbub, kurang lebih adalah menahan, tidak tergesa-gesa, jangan sembarangan melakukan sesuatu. Bukankah laku tarekat puasa pun demikian? Artinya, berpuasa bagi kader PMII adalah meningkatkan daya kritis, terlebih ketika PMII bertekad melanjutkan diaspora kadernya melalui globalizing tadi. Puasa arus informasi, puasa membaca, atau pun puasa medsos, bukan berarti tidak membaca dan tidak punya akun medsos, melainkan sesuatu yang diterima dan digunakan agar mendapat sekaligus menjadi alat filter yang baik dan bijak. Sehingga, kader PMII tidak masuk pada lubang-lubang bias informasi. Dan kita sepakat, hal ini menjadi modal menghadapi tantangan global.
Kedua, alif sebagai kata al-ijtimā’iyyah (الإجْتِمَاعِيّةُ) yang artinya sosial-kemasyarakatan. Kalau melihat tema hari lahir PMII di tahun ini, “Transformasi Gerakan, Merawat Peradaban”, ada lokus yang sedang digarap oleh PMII secara serius. Setidaknya ada dua, perubahan gerakan PMII yang lebih reliable (dapat dipercaya dan diandalkan) serta upaya menjaga tatanan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani). Ernest Gellner, tokoh antropolog Ceko, menyebutkan bahwa terwujudnya masyarakat madani adalah ketika suatu kehidupan telah harmonis, bebas dari eksploitasi dan penindasan.
Berangkat dari sana, Aswaja sebagai manhaj berpikir dan bertindak bagi PMII sudah sangat tepat. Melalui prinsip-prinsip tawazun, tawasuth, tasamuh, ta’adul, musawa, dan khurriyyah, kader PMII dituntut menjadi agen perubahan sosial. Sementara untuk membangun suatu negara yang tanpa penindasan dan eksploitasi, damai dan harmonis, melalui jalan realisasi prinsip-prinsip Aswaja tersebut.
Kita tahu, target ibadah puasa dalam al-Qur’an adalah menjadi hamba yang muttaqin. Di ayat yang lain, ketakwaan digandeng dengan perbuatan adil, memerlakukan yang sama sebagai manusia. Misalnya QS. al-Hujurat[49]: 13 atau QS. al-Maidah[5]:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah[5]: 8)
Lagi-lagi puasa bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Justru ketika opsi huruf alif di atas ingin dipakai oleh kader PMII, maka di situlah ekosistem tidak mati. Sering kita menyanyikan tumbuh subur, tumbuh subur, kader PMII? Iya, inilah fitrah pergerakan kita dengan melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Akhirnya, al-ijtimā’iyyah di sini sebagai fokus pergerakan PMII di ranah sosial-masyarakat untuk berani tampil membangun masyarakat yang berperadaban (civil society).
Terakhir adalah huruf mim sebagai (مَصْدَرٌ) yang artinya sumber, referensi, rujukan. Bagian ketiga ini sebenarnya menjadi hasil dari dua poin yang telah terbangun sebelumnya. Ketika kader PMII mampu memberikan kontribusi yang nyata di tengah kehidupan, efeknya, PMII bisa menjadi role model gerakan pemuda masa kini.
Akhirnya, zikir, fikir, dan amal salih yang menjadi wirid para kader adalah partikel-partikel makna berpuasa bagi PMII. Zikir dan fikir menjadi bagian dari ṣilah pada ṣad, dan amal salih adalah tegaknya alif pada al-ijtimā’iyyah. Terakhir, ulul albab adalah bagaimana kader menjadi maṣdar dalam simbol mim.
-Wallahu a’lam
Penulis : M. Badruz Zaman (Biro Komunikasi Hubungan Keagamaan dan Pesantren)
COMMENTS